Jumat, 06 Desember 2013

Kajian linguistik







Kajian linguistik



Pernah sekali secara tidak sengaja melihat halaman pada kolom history di Mozila Firefox. Disana saya melihat ada tulisan di website salah satu institute perguruan tinggi negeri terkenal di Solo, bernama Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Kebetulan, saya membaca tulisan mengenai kajian terjemahan novel. Disana disebutkan terjemahan dan penanda kohesi pada sebuah novel.  Saya berpikir, ini berhubungan sekali dengan mata kuliah ‘translation’ di jurusan saya. Kemudian saat membaca keseluruhan isinya. Tulisan tersebut mengulas penelitian teknik-teknik menerjemahkan novel sehingga kalimatnya berkohorensi satu dengan yang lainnya. Sehingga saat novel diterjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran menjadi lebih tepat pemilihan katanya atau padanan kata. Lebih tepatnya idiom dalam kalimat tersebut dipadankan dengan budaya Indonesia secara akurat.

Minggu, 20 Oktober 2013

Budaya Dikomersil & Dipolitisir

Bukannya mau nulis yang berbau rasis atau semacamnya. cuma mau menuangkan hal yang sering jadi polemik di masyarakat mengenai kebudayaan yang dikomersil oleh beberapa oknum.
Pertama, pasti semua tahu kan film kuntilanak. Nah, disana kan ada salah satu adegan dimana saat pemeran utama menyanyikan lagu 'Lingsir Wengi' untuk mengundang makhluk halus. Karena lagu tersebut slow, lambat, lirih, dan terkesan sunyi sehingga digunakanlah lagu tersebut. Namun tahukah  kalian? kalau sebenarnya itu juga secara tidak langsung menggeser makna lagu tersebut dan mempengaruhi persepsi masyarakat. Sebenarnya lagu 'lingsir wengi' itu lagu indah bukan lagu seram yang seperti orang bayangakan. Orang jawa pasti tahu apa makna lagu tersebut. Lagu tersebut biasanya dipakai orang tua jaman dahulu saat akan menina bobok'an anaknya atau bisa dibilang lagu 'nina bobo' versi jawa. Dahulu lagu tersebut juga digunakan oleh 'sunan kalijaga' dan menembangakannya saat sesudah sembahyang agar selalu ingat pada Allah dan memohon perlingdungan-Nya.
Kedua, masyarakat semakin meninggalkan budaya-nya sendiri dan memilih style barat, arab maupun korea/jepang. Salah satu contohnya, saat acara pernikahan, banyak sekali yang menyadur dari budaya lain yaitu dari pakaian-nya, acara resepsi, dll. mereka tidak menggunakan budaya tradisi nusantara. Itulah yang menjadi polemik akhir-akhir ini. kita mulai kehilangan jati diri sebagai bangsa indonesia. Mata kita beralih ke budaya lain, yang dianggap lebih baik dari budaya kita sendiri. Jika kita bisa terpesona melihat budaya orang lain yeng begitu menawan, mengapa kita tidak membuat dan memoles budaya nusantara supaya terlihat mempesona bagi bangasa lain? Saya pernah melihat tayangan di stasium TV nasional beberapa waktu lalu, di acaratersebut mengundang banyak budayawan terkenal. Salah satu bintang tamu tersebut adalah Kanjeng Ratu Hemas dari keraton Yogyakarta. Ratu Hemas berkomentar bahwa sekarang ini memang bangsa Indonesia menjauh dari budaya-nya, budaya jawa seperti memakai "gelungan" atau biasa disebut konde sekarang jarang dipakai pada acara perjamuan dan lebih memilih memakai hijab. Identitas bangsa Indonesia mau dibawa kemana? Menurut saya, memang ada benarnya juga , sekarang ini malah berbagai model hijab tambah beraneka ragam dan ini seakan menjadi komersil. Dan terkesan berhijab menjadi trend mode, bukan karena ibadah. Saya sendiri pernah melihat beberapa orang yang berhijab tapi tidak memenuhi syarat. Misalnya, memakai hijab yang tidak terlalu tertutup/tidak menutup sampai area dada/kain hijab tipis. Ada juga yang memakai hijab hanya saat sekolah/kuliah saja dan saat berpergian/bermain dengan orang lain tidak berhijab lagi. Saya seringkali melihat seperti itu dan amat disayangkan.



Selasa, 17 September 2013